Saturday, July 28, 2012

Mahrus Ali Melarang Mengkhususkan Ziarah di Waktu Tertentu

Dalam buku  “Mantan Kyai NU Menggugat Tahlilan Istighatsah dan Ziarah Para Wali” (hal. 556), Mahrus Ali berkata:

“Beberapa kekeliruan seputar ziarah kubur:
1. Mengkhususkan waktu-waktu tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti pada hari Jum’at legi, bulan Sya’ban ataupun pada hari Idul Fitri, atau dengan kata lain menjadikan kuburan sebagai Ied dan tempat berkumpul-kumpul untuk menyelenggarakan acara Ibadah di sana, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah jadikan kuburanku sebagai Ied (perayaan).(HR. Abu Daud).”

Tanggapan kami:
Berikut ini kami paparkan dalil-dalil diperbolehkannya melakukan ritual ibadah pada hari-hari tertentu :
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ
(صحيح البخاري)
“Nabi SAW selalu mendatangi masjid Quba setiap hari sabtu baik dengan berjalan kaki maupun dengan mengendarai kendaraan, sedangkan Abdullah selalu melakukannya.” (HR. Imam al-Bukhari dalam Sahih al-Bukhari I/398 hadits 1174)

Dalam mengomentari hadits ini al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
الحديث  على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحة والمداومة على ذلك ، وفيه أن النهي عن شد الرحال لغير المساجد الثلاثة ليس على التحريم
“Hadits ini dengan sekian jalur yang berbeda menunjukkan akan diperbolehkannya menjadikan hari-hari tertentu untuk sebuah ritual yang baik dan istiqamah. Hadits ini juga menerangkan bahwa larangan bepergian ke selain tiga masjid (Masjid al-Haram, Masjid al-Aqsa, dan Masjid Nabawi tidak haram). (al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari III/69, Dar al-Fikr Beirut)

Hadits yang diriwayatkan oleh Suhail bin Abi Shalih al-Taimi:
كان النبي صلی الله علیه و آله يأتي قبور الشهداء عند رأس الحول فيقول: السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار و
وكان ابو بكر و عمر وعثمان يفعلُون ذلك
“Nabi SAW mendatangi kuburan orang-orang yang mati syahid ketika awal tahun, beliau bersabda: “Keselamatan semoga terlimpah atas kamu sekalian, karena kesabaranmu dan sebaik-baiknya tempat kembali ke surga. “Shahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman juga melakukan hal yang sama seperti Nabi SAW.” (diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushannaf, III/537 dan al-Waqidi dalam al-Maghazi).

Hadits di atas menerangkan kebolehan melakukan amaliah pada waktu tertentu, sedangkan hadits yang dijadikan landasan oleh Mahrus untuk melarang ziarah kubur dalam waktu tertentu terlihat kurang tepat. Dalam konteks ini Ali bin Abi Thalib mengatakan:
منالسّنّة زيارة جبانة المسلمين يوم العيد وليلته
“Diantara sunnah Nabi SAW adalah berziarah ke kuburan kaum Muslimin di siang hari raya dan malamnya.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra).

Catatan penting bagi Mahrus, bahwa polemik yang terjadi antara penganut aliran Wahabi dan Ahlussunnah wal Jama’ah sudah lama terjadi sejak abad ketujuh yang diprakarsai oleh Ibnu Taimiyah, akan tetapi dalil-dalil yang ia gunakan tidak mengena sama sekali. Apakah kira-kira hadits di atas absen dari ingatan Mahrus Ali dan Wahabi lainnya? ^_^

(Buku Kiai NU atau Wahabi Yang Sesat Tanpa Sadar Jawaban Terhadap Buku-Buku Mahrus Ali)
Mahrus Ali
Judul: Mahrus Ali Melarang Mengkhususkan Ziarah di Waktu Tertentu
Rating Blog: 5 dari 5
Ditulis oleh Admin
Anda sedang membaca artikel Mahrus Ali Melarang Mengkhususkan Ziarah di Waktu Tertentu. Jika ingin mengutip, harap memberikan link aktif dofollow ke URL http://mantankiainu.blogspot.com/2012/07/mahrus-ali-melarang-mengkhususkan.html. Terima kasih sudah singgah di blog ini.
Judul: Mahrus Ali Melarang Mengkhususkan Ziarah di Waktu Tertentu; Ditulis oleh Admin; Rating Blog: 5 dari 5

9 comments:

  1. untung wajib belajar tu hingga keliang lahat Pak Mahrus,jk tidak mk tentu P.Mahrus dan sy sudah sngat amat terlambat....kalo ngomong hati2...Malaikat kanan kiri apalagi Alloh tu tau betul siapa kt,kedangkalan kita....p.mahrus tak perlu gegabah ya...elmunya p.mahrus dibandng KiBarshishoh tu masih masih dangkal....introspeksilah untk dirisendiri sblum mmprbaiki anak didiknya...hidup hanya sesaat p.mahrus....perbanyak istighfar dan jgn lupa prbanyak sholawat.mimpi ketemu Rosulloh aj belum prnah aplg brkali2 lantas sok jd ulama' tu gak baik....

    ReplyDelete
  2. pak mahrus tentu tahu kan gimana matinya KiBarsishoh?.... alHallaj bin Manshur dmampukan Alloh mendzikirkan darahnya(tak hanya Hati&Lidahnya)..bgtu jg Siti Jennar.....pandangan&pengamalan dr Islam,Iman&Ihsan bg p.mahrus tu gmn?nah introspeksi diri dulu..gak usak ngalorngidul...biar tak malu2in ssama muslim.sebenarnya sy ingin memastikan berapakali dlm seminggu p.mahrus brmimpi Rosulloh..!!!!?cpt brthobat ya....sis siakn umur sj...

    ReplyDelete
  3. klo seminggu p.mahrus tdk bs jwb...lalu berapakali dlm 1Bulan p.mahrus didatangi Rosululloh?brsihkan dulu akal&qolbu,baru fatwahmu jitu dg sndirinya.....prbanyak istighfar&sholawat.....belajar terus p.mahrus,jgn brhnti...(dr appn yg trlihat trdengar terasa trfikir trlintas....lalu prtimbangkn jg apa yg mrk lihat mereka dengar mrk rasa mrk fikir ....baru bs bijak....)

    ReplyDelete
  4. salah1 dr walisongo(tentu p.mahrus tau siapa),cara brdakwaknya luarbiasa bg siapapun,golongan manapun,yg suatu ketika Alloh tetap mnyertainya dg karomah(kemuliaan disisiny&keajaiban bg yg mengingkarinya)smpe nyamar jadi tukang rumput.....ahirnya skali cangkul didapatinya emas....,klo sy(maaf bukan p.mahrus)skali cangkul keluarnya cacing.Tp yg pasti elmu mrk tu lahirbatin,bahkan tak mudah mrk kasar(sudut pandang gegabah) dlm brdakwah

    ReplyDelete
  5. ya carilah yang paling benar dari kebenaran, dan kalau mau mengislamkan jangan mengislamkan yang sudah ilam tapi isamkanlah yang masih beragama lain,,, setiap perkatan,tulisan, bahkan ungkapan-ungkapan adalah pedang bagi dirinya sendiri, maka belajrlah untuk saling menghargai orang lain pak mahrus,, mari kita jadi yang terbaik dijaln dan keyakinan kita masing-masing.... salam damai,

    ReplyDelete
  6. sekalipun saya tidak membela pak mahrus,terusin aja pekerjaan itu,saya senang sekali, saya jadi banyak belajar melihat apa saja yang dapat saya lalui setiap berjalan, banyak sekali positifnya khususnya buat diri saya tidak untuk orang lain :
    1. mana Kyai yang benaran dimata Allah dan mana yang bukan kyai
    2. mana kyai yang mau belajar lagi dan mana yang hanya cukup disitu aja.
    3. mana yang kyai kultus organisasi dan mana yang tidak.
    4. nama Kyai hanyalah sebuah papan nama, disisi Allah nilainya hanya Taqwa.
    5. Ke hati-hatian saya bertambah, karena kemusyrikan tipisnya bagaikan kulit ari dihati manusia, sedikit saja bisa tergelincir, kebaikkan menjadi musnah.
    6. bagi saya jadi rajin buka quran, bagaimana Ibrahim dalam bertauhid, hebat dan haniif sekali hingga menghasilkan buah keturunan yang mulia pula Rosulullah saw sebagai rahmatan lil`alamiina.ternyata hantamandalam bertauhid harus teruji, dan tidak mudah mendekati Allah.........ssaluut sama mahrus ali membuat para kyai menjadi sibuk dan repot, karena ini bukan kehendak pak mahrus sendiri, memang sudah kehendak Allah agar para kyai berhati-hati dengan bentuk kemusyrikan yang bersarang dalam fikiran, hati dan nafsu kita akan selalu bercokol, lebih-lebih teguran keras buat para kyai

    ReplyDelete
  7. jangan pandai memotong-motong ucapan ulama!! anda bisanya hanya memotong-motong ucapan ulama untuk membela hawa nafsu anda.
    Lihat kelanjutan ucapan al-Hafizh Ibnu Hajar:
    وتعقب بأن مجيئه صلى الله عليه وسلم إلى قباء إنما كان لمواصلة الأنصار وتفقد حالهم ، وحال من تأخر منهم عن حضور الجمعة معه ، وهذا هو السر في تخصيص ذلك بالسبت
    "Dan pendalilan tersebut dibantah bahwa kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke Quba' hanyalah untuk menyambung hubungan dengan Anshar dan menanyakan keadaan mereka, dan keadaan orang-orang yang tidak hadir shalat Jum'at bersama beliau (di masjid Nabawi, pen). inilah rahasia alasan beliau mengkhususkan hari Sabtu." (Fathul Bari: 3/70).

    Ibnu Hajar juga setuju dengan wahabi. Beliau membantah an-Nawawi yang membolehkan pengkhususan bersalaman setelah shalat:
    قال النووي وأصل المصافحة سنة وكونهم حافظوا عليها في بعض الأحوال لا يخرج ذلك عن أصل السنة قلت وللنظر فيه مجال فإن أصل صلاة النافلة سنة مرغب فيها ومع ذلك فقد كره المحققون تخصيص وقت بها دون وقت
    “An-Nawawi berkata: "Hukum asal bersalaman adalah sunnah. Keadaan mereka merutinkan bersalaman di sebagian waktu (seperti setelah shalat, pen) tidak mengeluarkan perbuatan tersebut dari sunnah." Saya (Ibnu Hajar) katakan bahwa yang diutarakan oleh an-Nawawi di atas perlu ditinjau lagi, karena asal dari shalat sunnah adalah dicintai dan dianjurkan, akan tetapi para ulama ahlut tahqiq (seperti an-Nawawi sendiri dan lainnya, pen) membenci mengkhususkan waktu tertentu bukan waktu lainnya untuk melakukan shalat sunnah, bahkan di antara mereka ada yang mengharamkannya, seperti shalat raghaib yang tidak memiliki asal.” (Fathul Bari: 11/55).

    Bahkan Imam Abu Syamah asy-Syafi'i sendiri menukil ucapan Abu Hamid al-Ghazali:
    فلا يكفي في كون الشخص مطيعا كون فعله من جنس الطاعات ما لم يراع فيه الوقت والشرط والترتيب
    "Maka tidak cukup keadaan seseorang dikatakan telah menaati (Allah) jika ia melakukan jenis ketaatan, selagi ia belum memperhatikan waktu, syarat dan urutan pada amalan tersebut." ( Al-Ba'its ala Inkaril Bida' wal Hawadits karya Abu Syamah: 29).

    Bahkan Ibnu Hajar al-Haitami sendiri dalam hal ini (pengkhususan ibadah dengan waktu tertentu) setuju dengan Wahabi. Beliau menukil ucapan Taqiyyudin as-Subki (musuh Ibnu Taimiyah) dalam membantah ucapan Ibnu Shalah yang menganjurkan shalat raghaib. Beliau berkata:
    وَاخْتَلَفَتْ فَتَاوَى ابن الصَّلَاحِ فِيهِمَا وقال في الْآخَرِ هُمَا وَإِنْ كَانَا بِدْعَتَيْنِ لَا يُمْنَعُ مِنْهُمَا لِدُخُولِهِمَا تَحْتَ الْأَمْرِ الْوَارِد بِمُطْلَقِ الصَّلَاةِ وَرَدَّهُ السُّبْكِيّ بِأَنَّ ما لم يَرِدْ فيه إلَّا مُطْلَقُ طَلَبِ الصَّلَاةِ وَأَنَّهَا خَيْرُ مَوْضُوعٍ فَلَا يُطْلَبُ منه شَيْءٌ بِخُصُوصِهِ فَمَتَى خَصَّ شيئا منه بِزَمَانٍ أو مَكَان أو نَحْوِ ذلك دخل في قِسْمِ الْبِدْعَةِ وَإِنَّمَا الْمَطْلُوبُ منه عُمُومُهُ فَيَفْعَلْ لِمَا فيه من الْعُمُومِ لَا لِكَوْنِهِ مَطْلُوبًا بِالْخُصُوصِ ا هـ
    "Dan fatwa-fatwa Ibnus Shalah berbeda-beda tentang kedua shalat ini (yakni shalat raghaib dan nisfu Sya'ban). Beliau berkata dalam fatwa terakhir: “Meskipun kedua shalat ini bid’ah, maka tidak dilarang melakukannya karena masuk dalam keumuman anjuran tentang shalat secara mutlak.” Tetapi pendapatnya dibantah oleh as-Subki dengan bantahan bahwa perkara yang hanya dianjurkan oleh keumuman shalat secara mutlak dan bahwasanya shalat itu sebaik-baik perkara, tidak bisa dianjurkan dengan cara-cara khusus sedikit pun. Maka ketika seseorang mengkhususkan perkara tersebut dengan waktu tertentu atau tempat tertentu atau kaifiyat lainnya, maka perkara tersebut masuk ke dalam bagian ‘bid’ah’. Sehingga yang dituntut dari perkara tersebut hanyalah keumumannya, maka ia mengerjakan perkara tersebut karena keumumannya, bukan karena dituntut dengan cara-cara tertentu (seperti cara-cara shalat Raghaib dan shalat Nisfu Sya’ban, pen). Selesai bantahan as-Subki.” (Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra: 2/80).

    ReplyDelete
  8. Adapun ziarahnya Nabi shallallahu alaihi wasallam ke kuburan syuhada setiap akhir tahun kemudian diikuti oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka kaum Wahabi akan menjadikannya sebagai sunnah fi'liyah yang diteladani ketika riwayat tersebut statusnya valid (shahih atau hasan). akan tetapi setelah kami cek di Mushannaf Abdurrazzaq, ternyata didapati:
    عبد الرزاق عن رجل من أهل المدينة عن سهيل بن أبي صالح عن محمد بن إبراهيم التيمي قال كان النبي
    "Abdurrazzaq dari seseorang dari penduduk Madinah dari Suhail bin Abi Shalih dari Muhammad bin Ibrahim at-Taimi ia berkata: "Adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam ....dst.
    siapakah seseorang dari Madinah itu? Inilah yang disebut majhul. Riwayat majhul tidak diterima oleh para ulama karena bisa jadi si majhul tersebut adalah jin atau syetan yang mengaku jadi ulama. oleh karena itu Imam Muslim dalam mukaddimah Shahihnya membuat judul Bab Larangan Meriwayatkan dari orang-orang yang lemah. beliau membawakan riwayat Abdullah bin Mas'ud yang menyatakan:
    إِنَّ الشَّيْطَانَ لِيَتَمَثَّلُ فِي صُورَةِ الرَّجُلِ فَيَأْتِي الْقَوْمَ فَيُحَدِّثُهُمْ بِالْحَدِيثِ مِنْ الْكَذِبِ فَيَتَفَرَّقُونَ فَيَقُولُ الرَّجُلُ مِنْهُمْ سَمِعْتُ رَجُلًا أَعْرِفُ وَجْهَهُ وَلَا أَدْرِي مَا اسْمُهُ يُحَدِّثُ
    "Sesungguhnya syetan akan menjelma menjadi rupa laki-laki. kemudian ia mendatangi kaum kemudian membacakan hadits kepada mereka dengan hadits-hadits dusta. Kemudian kaum itu bubar maka seseorang di antara mereka berkata: "Aku mendengar seseorang yang aku ketahui wajahnya tetapi aku tidak mengenal namanya membacakan hadits kepadaku." (Shahih Muslim: 1/25).
    Adapun dalam Maghazinya al-Waqidi (4/51), hadits tersebut disebutkan tanpa sanad sedangkan al-Waqidi sendiri -meskipun ia seorang ahli sejarah- adalah munkarul hadits menurut penilaian ahlul hadits. Sedangkan Muhammad bin Ibrahim at-taimiy al-madani adalah generasi tabi'in. yang namanya tabi'in itu tidak pernah bertemu nabi sehingga hadits tersebut mursal yang sangat lemah.

    dari pemaparan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa rukun-rukun ahlul bid'ah (musuh wahabi) adalah:
    rukun pertama: berhujjah dengan hadits palsu atau lemah
    rukun kedua: berhujjah dengan ketergelinciran ulama (seperti an-Nawawi yang telah dibantah oleh Ibnu hajar di atas). Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu berkata:
    أحذركم زيغة الحكيم فإن الشيطان قد يقول كلمة الضلال على لسان الحكيم
    “Aku memperingatkan kalian dari kesalahan orang alim. Karena syaitan kadang-kadang mengucapakan kalimat kesesatan melalui lesan orang alim.” (Jami’ul Ulum wal Hikam: 253).
    rukun ketiga: memotong-motong ucapan para ulama dan berhujjah dengan nas (teks) yang mutasyabih atau muhtamal atau samar untuk membela kebid'ahan. Biasanya ahlul bid'ah sudah mempunyai kebiasaan-kebiasaan bid'ah kemudian membuka kitab-kitab para ulama untuk mencari qoul yang kelihatannya mendukung kebiasaan mereka. Ini berbeda dengan manhaj kaum wahabi. kaum wahabi mempelajari hadits terlebih dahulu, kemudian menentukan status kevalidan riwayat terabut, kemudian mencari penjelasan hadits dari kitab-kitab para ulama, lalu mereka mengamalkannya..

    Di sini kita tidak mencari menang-menangan, tetapi yang benarlah yang diikuti.
    Kami dulu juga musuh wahabi, kemudian ternyata kebenaran bersama wahabi, maka kami mengikuti wahabi. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan yang benar. Amien..

    ReplyDelete
  9. Kami juga tidak membela mahrus ali. jika memang dalam bukunya terdapat kedustaan atau nukilan-nukilan yang salah, maka silahkan dibantah secara ilmiah.
    bandingkan tulisan mahrus ali dengan buku "POLEMIK SELAMATAN KEMATIAN, TRADISI, JAHILIYAH YANG DILESTARIKAN", juga buku "RISALAH WALIMAH."
    baarakallahu fikum wa hadaakum wa iyyanaa ila sawaa'is sabiil.

    ReplyDelete